Rabu, 12 Mei 2010

PENTINGNYA KEBIJAKAN PENGENDALIAN DAMPAK TEMBAKAU SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA REFORMASI BIDANG KESEHATAN DAN HAK AZASI MANUSIA UNTUK GENERASI MUDA INDONESIA YANG SEHAT DAN BERKUALITAS

Victor Subiakto Puja

Epidemiologi’05/Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan/Universitas Respati Indonesia Jakarta


Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau yang berada diantara benua Asia dan Australia serta Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang dilintasi garis Khatulistiwa sehingga secara iklim dikategorikan sebagai Negara yang beriklim tropis. Letak geografis antara kepulauan serta dua samudra, oleh karena itu disebut sebagai nusantara (kepulauan antara). Indonesia menempati peringkat ke-empat didunia dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006, dikenal sebagai Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Indonesia yang merdeka pada tahun 17 Agustus 1945, merupakan satu-satunya Negara di Asia Pasifik yang kemerdekaannya diraih oleh perjuangan baik secara diplomatik maupun perlawanan senjata.

Sebagai Negara yang multikultural yang terdiri dari berbagai suku bahasa dan agama yang berbeda namun dengan semboyan nasional “Bhineka tunggal ika” (berbeda-beda tetapi tetap satu) keanekaragaman tersebut membentuk Negara dan menjadikannya sebagai bangsa yang paling kompleks namun kaya akan khasanah budaya, bangsa Indonesia memiliki wilayah dan bentang alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia, dan telah tumbuh menjadi bangsa yang berkembang semenjak terbentuk menjadi sebuah Negara yang berdaulat dan demokratis. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik-presidensial artinya sistem kekuasaan yang terbentuk adalah “Trias politika” yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. MPR atau majelis permusyawaratan rakyat pernah menjadi lembaga tertinggi negara (unikameral) namun setelah adanya amandemen ke-4, MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi, dan komposisi keanggotaannya juga berubah. MPR setelah amandemen UUD 1945, yaitu sejak 2004 menjelma menjadi lembaga bikameral yang terdiri dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan wakil rakyat dari partai politik, ditambah 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai wakil independent.

Sistem pemerintahan kabinet presidensial dibawah kekuasaan tertinggi Presiden dan kabinet yang telah dibentuk oleh berbagai pertimbangan dan haknya, sedangkan Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan.

Bangsa Indonesia telah mengalami banyak perkembangan terutama setelah bergulirnya masa reformasi yang turut serta memberikan perubahan secara ekonomi, sistem pemerintahan, demokrasi dan perhatian terhadap hak azasi manusia dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan berbagai tatanan hidup dan pembangunan manusia serta bangsa yang seutuhnya. Seiring dengan upaya mencapai tujuan dari cita-cita reformasi, Indonesia mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi, sparatis, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat serta pembangunan kesehatan yang belum merata dan belum optimal.

Dalam Undang-undang Dasar 1945 telah dijelaskan bahwa setiap orang berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. WHO (1948) telah mendefinisikan kesehatan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik sosial dan mental dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. “Seseorang dikatakan sehat jika ia memiliki kondisi fisik (badan atau jasmani) yang sempurna, secara sosialdapat berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar serta tidak sedang dikucilkan. Selain itu orang tersebut juga dapat berfikir secara sehat dan tidak mengalami gangguan mental atau kejiwaan”.

Dalam Undang–undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, definisi kesehatan telah dilengkapi menjadi : “Suatu keadaan sempurna baik sosial dan mental dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial”. Sedangkan kesehatan :

“Kesehatan masyarakat (Winslow), 1928. Mendefinisikan bahwa kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni yang bertujuan mencegah timbulnya penyakit, memperpanjang masa hidup dan mempertinggi nilai kesehatan dengan jalan menimbulkan, menyatukan, menyalurkan dan mengkordinir usaha-usaha di dalam masyarakat kearah terlaksanannya usaha-usaha : memperbaiki kesehatan lingkungan, mencegah dan memberantas penyakit-penyakit yang merajaleladalam masyarakat, mendidik masyarakat dalam prinsip-prinsip kesehatan perorangan, mengkoordinir tenaga –tenaga kesehatan agar dapat melakukan pengobatan dan perawatan dengan sebaik-baiknya, memperkembangkan usaha-usaha masyarakat agar mereka dapat mencapai tingkatan hidup yang setinggi-tingginya sehingga dapat memperbaiki dan memelihara kesehatannya”

Expose keberhasilan pemerintah terkait pembangunan kesehatan yang dihasilkan oleh adanya berbagai laporan tentang profil kesehatan belum sepenuhnya dapat menyelesaikan permasalahan beban ganda penyakit di Indonesia yang amat kompleks, termasuk masalah konsumsi tembakau. Kebiasaan merokok yang mewabah diseluruh dunia juga ditemukan tinggi dan terus meningkat terutama pada pria sosio-ekonomi rendah didaerah pedesaan (Jamal, 2006 dikutip dari Nasrin Kodim, 2007). Bahkan, World Health Organization (WHO) dalam buku panduan strategi pengendalian bahaya tembakau (MPOWER) menjelaskan bahwa kematian akibat tembakau diseluruh dunia amat mengejutkan, terdapat 1 kematian tiap 6 detik 5,4 juta jiwa pada tahun 2005, 100 juta selama abad ke-20 jika dibiarkan 8 juta jiwa pada tahun 2030 dan 1 milyar jiwa selama abad ke 21 (WHO, 2008). Walaupun Berbagai data dan fakta menjelaskan bahwa dampak dari tembakau khususnya rokok sangat merugikan bagi kesehatan tubuh manusia, karena dapat menimbulkan penyakit seperti kanker paru, jantung dan berbagai penyakit berbahaya lainnya (TCSC IAKMI, 2007). Namun Konsumsi tembakau di Indonesia belum dikendalikan secara optimal.

Lalu apa sebenarnya yang terkandung dalam tembakau yang saat ini menjadi kontroversi di Indonesia, tembakau adalah daun tanaman yang dibakar untuk dihirup asapnya atau dikunyah atau dihirup aromannya/diinhalasi, daun tembakau olahan mengandung 2550 bahan kimia, sedangkan asap tembakau mengandung 4000 zat kimia, 43 diantaranya beracun, seperti :nikotin (pestisida), carbon monoksid (gas beracun), tar (bahan pelapis aspal), arsen (racun semut putih), ammonia (pembersih lantai), DDT (insektisida), hydrogen sianida (gas racun), cadminium (batu baterai), formalin bahan pengawet mayat dan sejumlah zat radioaktif (Manual on Tobacco Control In Scholl, WHO SEARO, 2006). Selain itu Ketergantungan terhadap rokok disinyalir disebabkan oleh zat adiksi (nikotin) yang terkandung pada asap yang keluar saat rokok dibakar atau dikonsumsi (Ahsan Abdilah, 2008). Selain berdampak terhadap kesehatan yang menimbulkan peningkatan angka mortalitas di suatu negara, menurut John Modeley, Big Bussines Poor People (Zed Booles, 1999) juga mengemukakan bahwa tembakau berdampak terhadap kemiskinan, pada individu dan keluarga : hal tersebut disebabkan karena perokok miskin lebih banyak, sekitar 10 % dana rumah tangga untuk perokok, jumlah penderita penyakit akibat konsumsi rokok meningkatkan biaya pengobatan penyakit, memperburuk mal nutrisi, mengurangi akses terhadap pendidikan, sedangkan pada negara, beban biaya kesakitan dan kematian, degradasi lingkungan, bahaya kebakaran, selain individu dan negara, risiko dapat terjadi pada petani tembakau, diantaranya : risiko memperoleh Green Tobacco Sickness, gangguan kesehatan petani akibat pestisida, lingkaran hutang terkait tanaman tembakau, kredit petani akan bibit, pupuk dan pestisida, terpaksa menjual dengan harga rendah atau harga yang ditentukan pabrik rokok dan kreditur, kualitas daun tembakau ditentukan oleh pabrik bukan oleh petaninya, sedangkan terhadap lingkungan hidup :Degradasi lingkungan terhadap tembakau;kayu bakar yang mengolah tembakau,deforestasi 200.000 hektar/tahun untuk pertanian tembakau, keracunan pestisida pada manusia, air dan tanah, degradasi tanah menuntut tambahan pupuk yang bisa juga jadi polutan, kerugian lain yang dapat menjadi sebuah risiko besar adalah kerugian akibat api rokok, 1 juta kebakaran/ tahun akibat api rokok, membunuh sekitar 300.000 orang/tahun.

Dari sektor ekonomi negara biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi tembakau sangatlah besar, hal tersebut dapat dilihat dari biaya akibat konsumsi tembakau tahun 2001 diperkirakan sebesar Rp. 127,7 triliun meliputi biaya langsung yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk membeli rokok dan biaya pengobatan dan biaya tidak langsung akibat hilangnya produktivitas karena kematian, sakit dan kecacatan. Jumlah ini adalah 7 kali lipat penerimaan cukai pada tahun yang sama yang besarnya Rp. 16, 5 Triliun (TCSC IAKMI, 2007). Konsumsi Pada tahun 2005, jumlah kematian pada 3 kelompok penyakit utama kanker, penyakit jantung pembuluh darah dan penyakit pernapasan kronik obstruktif diperkirakan sebesar 400.000 orang dan menyebabkan kerugian total sebanyak Rp. 167 Triliun yang berasal dari biaya langsung dan tidak langsung 5 kali lipat pendapatan pemerintah dan bea cukai tembakau tahun yang sama sebesar Rp. 37 Triliun (TCSC IAKMI, 2007).

Indonesia sampai saat ini merupakan satu-satunya Negara di asia pasifik yang belum menandatangani Framework Convention Tobacco Control (FCTC) sebuah traktat internasional yang didalamnya terdapat upaya pengendalian bahaya tembakau. Walaupun pemerintah Indonesia berperan aktif dalam forum internasional inter-Govermental Negoatiating Body di Geneva. Namun Indonesia Mengingkari komitmennya dengan tidak meratifikasi FCTC (TCSC IAKMI 2007). Pengendalian dampak konsumsi tembakau memiliki prioritas rendah dalam agenda kesehatan masyarakat Indonesia melalui hak inisiatif anggota dewan yang disiapkan atas prakarsa IFPPD (Forum Parlemen Untuk Kependudukan dan Pembangunan) bekerjasama dengan tim penyusun undang-undang DPR-RI bahwa PP 19/2003 melarang orang merokok ditempat umum, tempat kerja, sarana pendidikan, sarana kesehatan, tempat ibadah, tempat bermain anak dan kendaraan umum. Fakta yang terungkap jelas bahwa disinyalir adanya eksploitasi dari pihak industri kepada masyarakat dan menjadikannya korban konsumsi rokok, kebijakan pemerintah belum sepenuhnya dapat sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. Dari hasil pemantauan aktivis industri rokok di Indonesia periode Januari-Oktober 2007 yang dilakukan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA), industri rokok menggunakan semua jenis iklan langsung untuk mengiklankan produknya dengan memanfaatkan beragam media baik luar maupun media cetak dan elektronik (KOMNAS Perlindungan Anak, 2007).

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah Tuhan semesta alam yang Maha Esa, kitab suci tersebut menjadi pegangan umat muslim (islam) diseluruh dunia, diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W, kurang lebih 1400 tahun yang lalu. Mengingat isi dan kandungannya sangat terjaga kemurniannya. Telah ditemukan surat yang terkandung dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa :

“Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amala shaleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al-Asri).

Sedangkan adanya pernyataan Rasulullah yang diriwayatkan dalam Riwayat Bukhari Muslim yang menyatakan bahwa :

“Barang siapa yang menghirup racun hingga mati, maka racun itu akan berada di tangannya lalu dihirupkan selama-lamanya dineraka jahannam” (Riwayat Bukhari Muslim).

Sedangkan kenyataan dalam kandungan Al-Qur’an Menyatakan bahwa :

“Katakanlah: Hanyalah Rabbku mengharamkan perbuatan yang keji baik yang nampak.maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (QS.7:33)

Ketiga Pernyataan yang terangkum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis diperkuat dengan adanya pernyataan Syekh Muhammad Bin Ibrahim dalam bukunya “Fi Hukmi Syurbid Dukham” dalam masalah hukum (haramnya) menghisap rokok beliau menyatakan ”Tidak diragukan lagi tentang keburukan merokok dan baunya yang tidak sedap, yang juga kadang-kadang membuat si perokok mabuk karenannya karena melemahkan tubuhnya”.

Di Indonesia telah terbit suatu fatwa tentang haramnya rokok yang banyak menghadirkan kontroversi di berbagai kalangan masyarakat Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang haram rokok bagi anak-anak, pelajar, dan remaja, telah mendapat reaksi dari sejumlah pihak, terutama dari kalangan yang memiliki kepentingan langsung secara ekonomis dengan bisnis rokok, seperti pengusaha rokok dan petani tembakau. Bahkan Ismatillah A’Nuad (2009) menjelaskan perdebatan tentang fatwa haram yang dikeluarkan oleh MUI melalui artikelnya, yang menyatakan :

“Dalam kitab klasik, Bughiyatul Mustarsyidin, seorang ulama klasik Islam pernah menulis asal muasal tembakau yang kemudian dijadikan bahan utama rokok. Dikisahkan, tembakau adalah sebuah tumbuhan yang muncul atau dipicu dari air seninya setan. Menurut hemat penulis, kisah itu sebuah mitos yang sengaja diciptakan. Hampir mirip dengan mitos-mitos Yunani atau kaum Greek. Dalam arti bukan kisah sungguhan, tapi hanya sekadar untuk menjelaskan duduk perkara suatu masalah bahwa tembakau atau rokok itu berbahaya dan dapat menjerumuskan manusia mengikuti langkah-langkah setan. Jika ulama klasik saja sudah menengarai bahaya tembakau atau rokok, tak ada alasan lagi bagi pihak-pihak tertentu yang tidak mendukung fatwa MUI, terlebih mereka para ulama Namun, fatwa MUI didukung sepenuhnya oleh Komisi Perlindungan Anak dan Departemen Kesehatan serta elemen masyarakat yang pro terhadap kesehatan dan generasi muda. Seperti fatwa-fatwa MUI lainnya, fatwa rokok juga menyulut polemik dan kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi, fatwa rokok memang penting dikeluarkan, mengingat sudah menjadi isu global, sama halnya dengan isu perubahan iklim (climate change). Pada umumnya, kesadaran masyarakat ndonesia atau kaum Muslim khususnya tentang kepedulian akan kesehatan dan lingkungan hidup sangatlah minim. Padahal, dampak bahaya dari rokok sudah secara zahir diketahui oleh kaum awam sekalipun. Selain merusak kesehatan, seperti penyakit jantung, stroke, dan sebagainya; rokok juga berpengaruh terhadap kesehatan janin yang asapnya terhirup ibu-ibu hamil. Yang lebih berbahaya lagi, rokok adalah pintu gerbang menuju narkoba dan kemaksiatan lainnya”

MUI sebagai lembaga yang menaungi banyak orang dan dianggap tepat untuk mengeluarkan fatwa haram rokok. Hal ini untuk mengurangi kesenjangan anak dan industri rokok sebab banyaknya anak yang merokok tidak saja sebagai korban, tetapi menjadi calon pelanggan tetap di masa depan. Saat ini, industri rokok justru semakin gencar mengeluarkan iklan dan promosi rokok. Tujuannya untuk menjaring anak menjadi penerus bagi generasi yang sudah tua dan berhenti merokok. Pemerintah juga sepatutnya menaikkan cukai tembakau. Hal ini untuk meminimalisasikan anak agar tidak mampu menjangkau harga rokok dan sebagai upaya perlindungan terhadap generasi muda Indonesia. (Sumber: Harian Republika, Sabtu 7 Februari 2009). Sedangkan Fatwa yang lebih terperinci adalah fatwa haram tentang konsumsi rokok yang telah diterbitkan oleh PP Muhammadiyah yaitu Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah No.6/SM/MTT/III/2010 tentang “Hukum Merokok

Semua PP yang pernah ada membolehkan iklan dimedia cetak maupun di media luar ruangan, sementara PP 19/2003 mengizinkan penayangan iklan rokok di media elektronik dari jam 21.30-05.00 WIB. Batasan ini terbukti tidak efektif dalam membatasi periklanan rokok di Indonesia, justru hanya membuat iklan rokok semakin kreatif (TCSC IAKMI, 2007).

Dokumen internal industri rokok multinasional Philip Morris yang juga pemilik terbesar PT. HM. Sampoerna mengungkap bahwa “Remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok…, pola merokok remaja penting bagi Philips Morris”. Pernyataan yang terungkap dalam dokumen tersebut membuktikan bahwa adanya upaya untuk menjerumuskan generasi muda kedalam jeratan rokok padahal semestinya genersi muda yang dikatakan “agent of change” dapat diselamatkan dengan adanya pengendalian dampak konsumsi tembakau. Kondisi yang terangkum menggambarkan bahwa pengendalian tembakau di Indonesia belum efektif hal tersebut ditenggarai oleh kurangnya komitmen pemerintah Indonesia dan lemahnya penggunaan evidens epidemi tembakau sebagai bahan dalam penyusunan kebijakan pengendalian tembakau. Kurangnya perhatian terhadap dampak konsumsi tembakau berpotensi menimbulkan petaka kesehatan masyarakat, seperti peningkatan jumlah kesakitan, kematian di masa yang akan datang. Jumlah kesakitan yang meningkat akan mempengaruhi beban atau biaya orang sakit. Selain itu risiko masyarakat yang menjadi perokok aktif akan menjadi lebih banyak dari sebelumnya, kondisi tersebut membuktikan adanya beban ganda penyakit yang seharusnya sudah bisa diantisipasi dengan adanya kebijakan pengendalian dampak tembakau yang efektif sehingga diharapkan dengan adannya kebijakan tersebut pemerintah Indonesia dengan dukungan partisipasi masyarakat dapat menyelamatkan individu maupun kelompok dengan informasi dan kebijakan yang dapat jelas dan efektif utamanya untuk generasi muda yang dianggap sebagai kelompok yang rentan menjadi sasaran jeratan industri rokok agar menjadi perokok aktif. Sehingga harapan generasi muda Indonesia yang sehat dan berkualitas dapat terwujud yang pada akhirnya derajat kesehatan dan kesejahteraan bangsa Indonesia meningkat menjadi lebih baik dan siap menjadi bangsa yang terkemuka di dunia.

Adapun rekomendasi kebijakan pengendalian dampak tembakau yang perlu dijadikan sebagai bahan masukan dalam agenda reformasi kesehatan dan prolegnas adalah :

1) Peraturan mengenai pengendalian Tembakau

2) Larangan Iklan, promosi dan sponsor rokok

3) Kemasan dan pelabelan :peringatan Kesehatan dan pesan menyesatkan

4) Perlindungan terhadap asap rokok orang lain Kebijakan harga dan Cukai Tembakau pendidikan kesehatan Program Berhenti Merokok

5) Pelibatan Organisasi dan stake holder baik pemerintah maupun LSM dalam bidang pengendalian bahaya tembakau, peningkatan harga rokok

Referensi :

A, Kusnindar. Investigasi Wabah. Diktat Kuliah Investigasi Wabah. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia : Jakarta, 2007.

Ahsan Abdilah, et al. Dampak Tembakau dan Pengendaliannya di Indonesia:Lembar Fakta Untuk Masukan Kebijakan.Jakarta : Hasil Kerjasama World Health Organization Indonesia dengan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2009.

Alwi Usman. Merokok Haram !!. Jakarta : Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok, 2002.

Azwar, Azrul. Pengantar Epidemiologi. Binarupa Aksara. Grogol : Jakarta Barat, 1988.

Budiarto, Eko dan Anggraeni Dewi. Pengantar Epidemiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2001.

Bustam, M, N. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta : Jakarta, 2006.

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP). Departemen Kesehehatan Republik Indonesia : Jakarta, 2003.

Gordis, Leon. Epidemiology. Professor of Epidemiology John Hopkins School of Hygiene and Public Health. Professor of Pediatrics John Hopkinns School of Medicine Baltimore, Maryland : U.S.A, 1996.

Gunarsa D Singgih. Psikologi Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulya, 2003.

Kodim Nasrin. Mencegah dan Mengendalikan Petaka Kesehatan Masyarakat Dengan Siklus Kebijakan yang Berbassis Evidens Epidemiologi. Jakarta : Universitas Indonesia-Press, 2007.

Morthon, F, Richard and Hebel, J, Richard. A Study Guide to Epidemiology and Biostatistic. University Park Press : U.S.A, 1986.

Mulyana E. Kurikulum Berbassis Kompetensi : Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2006.

Notoadmodjo Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta, 2005.

Notoadmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta :Jakarta, 1996.

Partanto A Pius. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya :Arkola,1994.

Timreck, T.C. Epidemiologi Suatu Pengantar, edisi 2. Professor of Public Health and Health Care Administration Departement of Health Science and Human Ecology California State Univercity, San Bernardino 1998. Diterjemahkan oleh Palupi Widyastuti-Ed.2-Jakarta : EGC, 2004

Rabu, 28 Oktober 2009

sumpah pemuda, kiasan atau sebuah kontibusi nyata untuk kesehatan masyarakat indonesia

kita sadari bahwa perjuangan bangsa ini telah mencapai banyak kemajuan , walaupun masih banyak yang masih perlu kita perjuangkan, pemuda saat ini tentunya sangat berbeda dengan pemuda masa lalu.. namun, jangan pernah kisa samakan antara tujuan perjuangannya, kendati perbedaan itu ada dan sangat terekam dalam memori kita semua, maka layak untuk kita jadikan hal tersebut sebagai wudud dan hakikat perjuangan pemuda yang selayaknya akan menjadi penerus perjuangan bangsa,

perjuangan pemuda bukanlah hanya sebagai kiasan atau hanya terdorong oleh kondisi yang semu.. namun perbedaan zaman akan ikut mempengaruhi komposisi perjuangan pemuda , pemuda saat ini mengalami banyak kemudahan , namun disisi lain pemuda saat ini permlu kembali mengamalkan arti penting dari peristiwa 28 oktober 1928 sebagai sebuah kebangkitan,

kebangkita pemuda saat ini adalah bagaimana pemuda dapat kembali menemukan jati dirinya untuk memberikan sumbangsih terhadap bangsa indonesia , saat ini kita merdeka dari penjajahan fisik , namun tidak berarti kita sudah merdeka dari sebuah penjajahan yang bersifat ekonomi dan perdagangan, kemiskinan, juga kemerdekaan dalam kehidupan yang sehat,

tentunya masih banyak "PR" yang akan dihadapi oleh para pemuda terutama kelak yang akan berkiprah di dunia kesehatan masyarakat, dengan semangat hari sumpah pemuda, kita rubah kiasan menjadi sebuah hal yang nyata dapat kita lakukan dan berikan, terkait dengan pro-dan kontra pasca pemillu dan pemilihan kabinet indonesia bersatu jilid 2, sebaiknya pemuda lebih fokus untuk mengembangkan diri dan kemampuan untuk bisa menghasilkan sebuah produk.sebuah gerakan.. dan mari kita hentikan budaya mendebat, tanpa solusi, budaya kritik namun tidak membangun, budaya aksi namun tidak manuasiawi dan sebagainya..

moga tulisan sederhana ini bisa mewakili keresahan pemuda akan kondisi yang sebenarnya perlu kita perhatikan, sehingga semangat kita lebih dapat berarti..

sebuah kejujuran

terkadang kita sering menilai seseorang hanya ketika seseorang tersebut melakukan sebuah kesalahan, atau tindakan yang sesuai dengan norma..

kondisi yang sangat memprihatinkan ketika adanya ketidak puasan akan apa yang ingin dia capai, kendati demikian seharusnya kejujuran ada karena ia layak dijadikan sebagai pegangan dalam hidup, lantas bagaimana jadinya jika sebagian orang mulai menghilangkan arti dan makna dari sebuah kejujuran

apalagi denagan adanya sebuah tuntutan kejujuran dari sebuah institusi pendidikan.. layaknya penyelenggara pendidikan, yang kerapkali dijadikan sebagai tempat agen perubahan, maka layak lah kita sebut bahwa pendidikan, merupakan hal yang penting ..

tidak ada yang sempurna .. jika kita menginginkan sebuah kejujuran itu harus selalu ada.. karna manusia tercipta dengan segala keterbatasan maupun keistimewaan, didalamnya kita dapat memahami, nurani tidak akan pernah membohongi kita, selayaknya kampus menjadi hati nurani bagi masyarakat dalam menghasilkan lulusan-lulusan yang mampu berkontribusi untuk masyarakat itu sendiri,,

Senin, 26 Oktober 2009

Mencegah dan Mengendalikan Dampak Konsumsi Tembakau Melalui Siklus Kebijakan yang Berbassis Evidens Epidemiologi dan Edukasi Publik

Mencegah dan Mengendalikan Dampak Konsumsi Tembakau

Melalui Siklus Kebijakan yang Berbassis Evidens Epidemiologi dan Edukasi Publik

Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia


Victor Subiakto Puja


Latar belakang

World Health Organization dalam buku panduan strategi pengendalian bahaya tembakau (MPOWER) menjelaskan bahwa kematian akibat tembakau diseluruh dunia amat mengejutkan, terdapat 1 kematian tiap 6 detik, 5,4 juta jiwa pada tahun 2005, 100 juta selama abad ke-20 jika dibiarkan 8 juta jiwa pada tahun 2030 dan 1 milyar jiwa selama abad ke 21¹. Untuk mengatasi epidemi tembakau, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengajak negara anggotanya untuk menerapkan strategi MPOWER². Strategi MPOWER terdiri atas 6 upaya pengendalian bahaya tembakau yang meliputi: Monitor prevalensi penggunaan tembakau dan pencegahannya, perlindungan terhadap asap tembakau, optimalisasi dukungan untuk berhenti merokok, waspadakan masyarakat akan bahaya tembakau, eliminasi iklan, promosi dan sponsor tembakau, serta raih kenaikan cukai tembakau³. Berbagai data dan fakta menjelaskan bahwa dampak dari tembakau khususnya rokok sangat merugikan bagi kesehatan tubuh manusia, karena dapat menimbulkan penyakit seperti kanker paru, jantung dan berbagai penyakit berbahaya lainnya. Seperti perkiraan global, penyebab kematian di Indonesia yang terkait konsumsi tembakau adalah penyakit jantung, stroke, kanker, penyakit pernapasan khususnya chronic obstructive pulmonary (penyakit paru kronik obstruktif). Ketergantungan terhadap rokok disinyalir disebabkan oleh zat adiksi (nikotin) yang terkandung pada asap yang keluar saat rokok dibakar atau dikonsumsi. Menghisap asap tembakau mengantarkan nikotin dalam jumlah yang besar kedalam otak secara cepat .

Abdilah Ahsan dalam bukunya “Ekonomi Tembakau di Indonesia” menjelaskan bahwa ada hubungan antara kesehatan dan produktivitas ekonomi, hal tersebut berdasarkan teori yang menyatakan bahwa kesehatan merupakan bentuk modal sumberdaya manusia 6. Pertama, Individu yang sehat secara fisik maupun kognitif, yang berdampak pada kemampuan bekerja dengan jam kerja yang lebih panjang, lebih sedikitnya hari-hari absent dari pekerjaan karena sakit, dan produktivitas yang lebih tinggi baik ditempat kerja maupun sekolah. Kedua, individu yang sehat memiliki umur harapan hidup yang lebih lama. Hal memberi insentif bagi investasi dibidang kesehatan, pendidikan dan bentuk modal manusia lainnya. Ketiga, Usia hidup yang panjang mengarah pada tingkat tabungan pensiun yang semakin membesar selama masa kerja. Keempat, penduduk yang lebih sehat berdampak pada penurunan jumlah anak yang diinginkan karena mortalitas rendah. Perubahan dari tingkat mortalitas dan fertilitas yang tinggi ketingkat yang rendah mengakibatkan meningkatnya proporsi penduduk usia kerja–sebagai factor penentu pertumbuhan ekonomi.

Kesehatan Masyarakat dan Evidens Epidemiologi

Kesehatan masyarakat (Winslow) adalah suatu ilmu dan seni yang bertujuan mencegah timbulnya penyakit, memperpanjang masa hidup dan mempertinggi nilai kesehatan dengan jalan menimbulkan, menyatukan, menyalurkan dan mengkoordinir usaha-usaha di dalam masyarakat kearah terlaksanannya usaha-usaha : memperbaiki kesehatan lingkungan, mencegah dan memberantas penyakit-penyakit yang merajalela dalam masyarakat, mendidik masyarakat dalam prinsip-prinsip kesehatan perorangan, mengkoordinir tenaga-tenaga kesehatan agar dapat melakukan pengobatan dan perawatan dengan sebaik-baiknya, memperkembangkan usaha-usaha masyarakat agar mereka dapat mencapai tingkatan hidup yang setinggi-tingginya sehingga dapat memperbaiki dan memelihara kesehatannya Secara pemahaman, terapan, dan nilai bahwa kesehatan masyarakat merupakan gerakan ”Humanisme” yang universal. Dari sisi yang Pertama, humanisme berarti suatu gerakan intelektual dan kesusastraan yang pertama kali muncul di Italia pada paruh abad ke-14 Masehi9. Dari sisi yang kedua humanisme sering diartikan sebagai paham di dalam filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia sedemikian rupa sehingga manusia menempati posisi yang sangat sentral dan penting, baik dalam perenungan teoritis-filsafati maupun dalam praktis hidup sehari-hari10. Secara ideal Kesehatan masyarakat bersifat universal dan analisis permasalahan melaui data evidens kesehatan secara jujur digunakan untuk pengambilan keputusan moral untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melaui prinsip keilmuannya

Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari ilmu kesehatan masyarakat, di ranah pemahaman, epidemiologi merupakan disiplin ilmu (Klainbaum, et al, 1982; Friedman, 1994)¹¹ atau metode ilmiah (Kelsey, et al, 1996;Timreck 1994)¹². Epidemiologi adalah ilmu empiris yang menangkap fenomena status dan proses kejadian penyakit/masalah kesehatan dalam populasi manusia (Friss & Seller, 2000)¹³. Didalam epidemiologi komponen pemahaman bermula dari pengamatan populasi dan berakhir pada penarikan kesimpulan tentang etiologi, proses kejadian dan riwayat alami berbagai masalah kesehatan masyarakat¹. Komponen aksi bermula dari penggunaan evidens epidemiologi dalam proses pembuatan kebijakan dan berakhir pada evaluasi dampak kebijakan pada kesehatan masyarakat (Klainbraum, et al, 1982)¹. Sebagai ilmu empiris, epidemiologi melakukan konfirmasi kebenaran teori berdasarkan fakta-fakta yang dapat ditangkap secara indrawi16. Di ranah terapan, epidemiologi mempunyai kaidah axiologis atau kegunaan¹. Berbagai fenomena kesehatan populasi yang ditangkap secara sistematis, rasional dan objek tertentu, dijadikan landasan konsepsional bagi upaya pencegahan dan pengendalian berbagai masalah kesehatan yang dihadapi umat manusia (Gordis, 1996)¹. Di ranah nilai, perhatian utama epidemiologi yang tertuju pada kesehatan umat manusia mengepresikan kaidah norma yang universal (Greenwood, 1935 dikutip dari gordis, 1996)19. Dampak konsumsi tembakau sangat berpotensi menjadi petaka kesehatan masyarakat karena dapat meningkatkan jumlah mortalitas dan morbiditas dan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

Surveilans Perilaku Merokok

Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif jika didukung oleh sistem surveilans, surveilans epidemiologi adalah suatu proses pengamatan terus menerus terhadap terjadinya penyakit serta kondisi yang memperbesar risiko penularan dengan melakukan pengumpulan data, analisis, interpretasi, dan penyebaran interpretasi serta tindak lanjut perbaikan dan perubahan. Inti dari surveilans epidemiologi adalah menghasilkan informasi epidemiologi yang dapat dipercaya. Secara ringkas aktivitas dari surveilans epidemiologi adalah proses pengumpulan data epidemiologi secara sistematis dan berkelanjutan, pengolahan dan analisis serta interpretasi data agar menghasilkan informasi epidemiologi, penggunaan Informasi untuk menentukan tindakan perbaikan yang perlu dilakukan atau peningkatan program dalam menyelesaikan masalah.

Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu maka perilaku terjadi akibat adanya proses stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, atau teori Skiner lebih dikenal dengan teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons. Respons akan menghasilkan suatu tindakan, Skinner membedakan respon menjadi 2, pertama, respondent respon atau reflexive yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu contohnya, mendengar berita musibah dan pendengar menjadi sedih. Kedua, operant respons atau instrumental respon, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau perangsang contohnya adalah : apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya atau job descripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimuli baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya20.

Abdilah Ahsan dalam bukunya “Ekonomi Tembakau di Indonesia” menjelaskan bahwa prinsip ekonomi tentang kebebasan konsumen menyatakan bahwa konsumen sendirilah yang membuat keputusan terbaik tentang bagaimana ia membelanjakan uangnya, argumen tersebut didasarkan pada dua asumsi Pertama, konsumen mengambil keputusan tersebut berdasarkan pengetahuan yang penuh atas biaya dan manfaat dari keputusan ang diambilnya, asumsi yang kedua adalah individu akan menanggung sendiri semua resiko atas keputusan konsumsi mereka ; artinya si individu mengetahi bahwa orang lain tidak akan menanggung beban atas tindakan individu tersebut , konsumsi tembakau melanggar kedua asumsi tersebut..Jika kita melihat fakta mngenai perilaku merokok ”rata-rata umur perma kali merokok telah turun menjadi usia 17, 4 tahun. Anak-anak telah dibiasakan sejk dini untuk berfikir bahwa merokok adalah hal yang wajar dan diterima secara sosial fakt a tersebut menunjukan adanya suatu kegagalan pasar : kekurangan informasi yang utuh tentang resiko kecanduan, dan biaya fnansial dan fisik yang dialami oleh perokok dan masyarakat²¹.

Pro–Kontra Pengendalian Konsumsi Tembakau di Indonesia

Indonesia sampai saat ini merupakan satu-satunya Negara di asia pasifik yang belum menandatangani Framework Convention Tobacco Control (FCTC) sebuah traktat internasional yang didalamnya terdapat upaya pengendalian bahaya tembakau. Walaupun pemerintah Indonesia berperan aktif dalam forum internasional inter Govermental Negoatiating Body di Geneva²². Namun Indonesia Mengingkari komitmenya dengan tidak meratifikasi FCTC²³ . Pengendalian bahaya tembakau memiliki prioritas rendah dalam agenda kesehatan masyarakat Indonesia² . Melalui hak inisiatif anggota dewan yang disiapkan atas prakarsa IFPPD (Forum Parlemen Untuk Kependudukan dan Pembangunan) bekerjasama dengan tim penyusun undang-undang DPR-RI². PP 19/2003 melarang orang merokok ditempat umum, tempat kerja, sarana pendidikan, sarana kesehatan, tempat ibadah, tempat bermain anak dan kendaraan umum26 .Daerah yang telah mengeluarkan peraturan kawasan tanpa rokok adalah pemerintah daerah kota bogor, kota Cirebon dan kota Palembang². Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan perda no.2 tahun 2005 tentang pengendalian pencemaran udara dan menyelipkan satu pasal yaitu pasal 13 yang mengatur kawasan tanpa rokok². Namun masih dibutuhkan waktu yang cukup panjang dan kesungguhan pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan terhadap kepatuhannya29.

Fakta yang terungkap jelas bahwa disinyalir adanya eksploitasi dari pihak industri kepada masyarakat dan menjadikannya korban konsumsi rokok, kebijakan pemerintah belum sepenuhnya dapat sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya, di era reformasi seperti sekarang perlu adanya sebuah reformasi data dan kebijakan yang berbassis fakta. Secara ideal reformasi data dasar mengandung makna bahwa seluruh tahapan siklus pembuatan kebijakan dilakukan berbassis evidens, kebijakan akan melenceng dari yang semestinya akibat definisi masalah yang kabur, batas kebijakan yang tidak jelas dan upaya intervensi alternative yang tidak lengkap (Spassof, 2003)30. Kebijakan adalah seperangkat panduan yang diperlukan untuk mengambil keputusan (Spassof, 1999)³¹. Kebijakan berperan mengintegrasikan, memfokuskan dan mengefektifkan upaya organisasi untuk mencapai sasaran yang ditentukan³² . Berbagai model siklus kebijakan tersedia dalam jenis dan jumlah langkah yang bervariasi³³. Walt mengajukan empat langkah kebijakan yang terdiri dari identifikasi masalah dan pemahaman isu, perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan (Walt, 1944:45)³. Selain berdasarkan pada nilai, ideology, dan tekanan politik, rumusan kebijakan kesehatan juga didasarkan pada evidens³.

Dari hasil pemantauan aktivis industri rokok di Indonesia periode Januari-Oktober 2007 yang dilakukan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA), industri rokok menggunakan semua jenis iklan langsung untuk mengiklankan produknya dengan memanfaatkan beragam media baik luar maupun media cetak dan elektronik 36. Semua PP yang pernah ada membolehkan iklan dimedia cetak maupun di media luar ruangan, sementara PP 19/2003 mengizinkan penayangan iklan rokok di media elektronik dari jam 21.30-05.00 WIB³. Batasan ini terbukti tidak efektif dalam membatasi periklanan rokok di Indonesia, justru hanya membuat iklan rokok semakin kreatif ³. Hal tersebut terkait dengan kondisi tersebut diatas dampak dari konsumsi tembakau berpotensi menjadi petaka kesehatan masyarakat hal tersebut dapat dilihat dari biaya akibat konsumsi tembakau tahun 2001 diperkirakan sebesar Rp. 127,7 triliun meliputi biaya langsung yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk membeli rokok dan biaya pengobatan dan biaya tidak langsung akibat hilangnya produktivitas karena kematian, sakit dan kecacatan. Jumlah ini adalah 7 kali lipat penerimaan cukai pada tahun yang sama yang besarnya Rp. 16, 5 Triliun. Pada tahun 2005, jumlah kematian pada 3 kelompok penyakit utama kanker, penyakit jantung pembuluh darah dan penyakit pernapasan kronik obstruktif diperkirakan sebesar 400.000 orang dan menyebabkan kerugian total sebanyak Rp. 167 Triliun yang berasal dari biaya langsung dan tidak langsung 5 kali lipat pendapatan pemerintah dan bea cukai tembakau tahun yang sama sebesar Rp. 37 Triliun39.

Konteks Pergerakan Mahasiswa dalam Upaya Pengendalian Bahaya Tembakau

Mahasiswa merupakan asset dan generasi penerus pembangunan bangsa, dalam pergerakannya mahasiswa memilki prinsip Tri Dharma perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat., mahasiswa kesehatan masyarakat memiliki prinsip ilmu kesehatan masyarakat dan berbagai ilmu empiris lainnya seperti, epidemiologi, kesehatan lingkungan, keselamatan kerja, statistika, pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku, kesehatan reproduksi. Mahasiswa sebagai calon intelektual tentunya perlu memahami berbagai kebutuhan masyarakat sebagai pengguna jasa yang dihasilkannya, secara sederhana mahasiswa memilki banyak peluang untuk berkembang. Berbagai perubahan yang dilakukan lewat pergerakan mahasiswa sudah hadir dalam sejarah bangsa dimulai pada era- pra kemerdekaan, perjuangan melawan pemberontakan, pada masa transisi orde lama menuju orde baru, sampai jatuhnya rezim orde baru, yang ditandai dengan dimulainya era-reformasi.

Sebagai bagian dari masyarakat, mahasiswa berada ditempat yang strategis terutama dalam upaya advokasi, pergerakan mahasiwa dan perannya di lingkungan civitas akademika ,bukan hanya mendalami disiplin keilmuannya, mahasiswa perlu dan mampu menghasilkan karya, berupa hasil penelitian, temuan dan tentunya prestasi akademik yang tinggi dan maksimal selain itu Partisipasi dan Kontribusi Universal Kontribusi terhadap peningkatan prestasi akademik Realisasi Disiplin Ilmu kesehatan Masyarakat dan penerapannya. Pergerakan mahasiswa adalah memberkan kontribusi terhadap penyelesaian masalah kesehatan dan pembangunan Komunitas dan Kemampuan menciptakan program kesehatan dan pencegahan penyakit yang berkualitas dan bermoral.

Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil kajian singkat tentang pemasalahan tembakau di Indonesia ini adalah :

Pertama, Jumlah mortaltas dan morbiditas yang dtimbulkan oleh konsumsi tembakau diasumsikan menjadi fenomena dan petaka kesehatan masyarakat dan ikut mempengaruhi kesejaheraan ekonomi, fisik dan mental serta belum disadari sepenuhnya oleh seluruh lapisan masyarakat. di Indonesia.

Kedua, Siklus kebijakan yang berbassis evidens Epidemiologi (data ilmiah) merupakan kebijakan kesehatan yang berbassis fakta dan kebutuhan yang dihasilkan melali hasil surveilance namun belum menjadi suatu prioritas dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah, legislatif Indonesia dibidang pengendalian bahaya tembakau.

Ketiga, Perilaku merokok masyarakat dipengaruhi oleh lingkungan sosial, pengetahuan, akses terhadap rokok, promosi dan sponsor industri rokok, dan pada umumnya perokok tidak mengetahui efek yang ditimbukan oleh rokok dalam jangka waktu yang panjang.hal tersebut ditenggarai oleh frekuensi edukasi publik yang kurang maksimal sehingga pemahaman masyarakat berbeda antara satu dengan yang lain.

Keempat, Indonesia sampai saat ini merupakan satu-satunya Negara di asia pasifik yang belum menandatangani Framework Convention Tobacco Control (FCTC) sebagai traktat internasional yang isinya adalah untuk melindungi kesehatan warga negara dari dampak konsumsi tembakau.

Kelima, Pro-kontra terkait isu tembakau di Indonesia terjadi akibat tingkat pemahaman yang berbeda dan dampak dari tidak maksimalnya dari komposisi edukasi kepada masyarakat terkait permasalahan tembakau dan keberlanjutan gerakan anti rokok serta dipahami bahwa isu rokok merupakan hal yang sangat sensitif untuk masyarakat indonesia.

Keenam, Konteks pergerakan mahasiswa dalam bidang pengendalian bahaya tembakau sesuai dengan realisasi Tri Dharma Peruruan Tinggi adalah pendidikan : sosialisasi internal kampus (pertemuan ilmiah), penelitian : menghasilkan karya ilmiah yang mendukung peningkatan prestasi akademik maupun non-akademik, pengabdian masyarakat : edukasi dan menghasilkan produk promosi kesehatan dan hasil surveilance perilaku merokok masyarakat., advokasi : membangun kemitraan bersama dengan instiusi terkait baik elemen organisasi mahasiswa, NGO, LSM, maupun audiensi dengan pengambil kebijakan dan pelaksana Program pengendalian bahaya tembakau.

Saran

Berdasarkan dengan hasil kajian singkat dan kesimpulan yang dihasilkan maka izinkan kami untuk memberikan saran melalui artikel singkat dengan judul Mencegah dan Mengendalikan Dampak Konsumsi Tembakau Melalui Siklus Kebijakan yang Berbassis Evidens Epidemiologi dan Edukasi Publik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia”

Pertama, pentingnya penerapan strategi MPOWER sebagai bagian dalam upaya pengendaian bahaya tembakau di Indonesia pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat secara luas dan utuh melalui siklus kebijakan berbassis evidens epidemiologi.

Kedua, perjuangkan isu pengendalian bahaya tembakau sebagai bagian dari agenda reformasi pembangunan kesehatan (pemerintah pusat, provinsi,kabupaten/kota) dan prioritas legislatif nasional ( legislatif ) dan civitas akademika (lingkungan pendidikan) melalui kawasan tanpa rokok (KTR)

Ketiga, eliminasi iklan, sponsor dan promosi produk tembakau dan kemasan pada bungkus rokok, disertai kenaikan cukai dan harga rokok. Dan tingkatkan frekuensi edukasi publik yang berkesinambungan beserta peringatan kesehatan bergambar dan memenuhi syarat.serta ketentuan yang seharusnya pada bungkus rokok (Iyarat FCTC yaitu 30-50 % dari permukaan lebar bungkus rokok, pesan tunggal dan berganti-ganti)

Keempat, segera raftifikasi dan aksesi Framework Convention Tobacco Control (FCTC) sebagai bagian dari upaya dan ”political will”pemerintah republik indonesia

Kelima, Maksimalkan Intensitas program, promosi kesehatan, iklan audio visual serta edukasi masyarakat terhadap dampak konsumsi tembakau

Keenam, bentuk komunitas dan aliansi peduli bahaya konsumsi tembakau di berbagai elemen , pelajar, dan mahasiswa dan opimaliasi penguatan komitmen Lembaga Swadaya Masyarakat

Referensi

a. Dokumen internal :

1) Thoha Khaled. 2007. Rekomendasi Rencana Strategis ISMKMI wilayah II. MUNAS ISMKMI ke-X Depok.Universitas Indonesia: Jawa Barat

2) Erwin N Pratama. Rakernas ISMKMI ke-VI. Protokol Surabaya.2008.Universitas Airlangga:Surabaya

3) MUNAS ISMKMI ke-XI. Anggaran Dasar & Rumah Tangga. 2008. Universitas Jendral Soedirman: Purwokerto

4) MUNAS ISMKMI ke- XI. Garis Besar Haluan Organisasi. 2008. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto

5) Hasil Diskusi Daerah & Pusat.Workshop Larang Iklan Promosi dan Sponsor Rokok.2008. KOMNAS ANAK: Depok

b. Dokumen eksternal :

1) Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Rencana Strategis Depkes RI tahun 2005-2009

2) Anggaran dasar dan RumahTangga & Kode Etik IAKMI

3) Tobacco Control Support Centre IAKMI.Profil Tembakau Indonesia. 2007: Jakarta

4) Deklarasi Palembang, 2007. KONAS IAKMI & Rakernas AIPTKMI

5) Paket Pengembangan Kawasan Tanpa Asap Rokok:Pedoman untuk Advokator TCSC IAKMI: Jakarta

6) Widyastuti Wibisana. Tembakau & Kemiskinan: sumber World Health Organization. 2008. Workshop Pembentukan Kader mahasiswa Peduli Bahaya Tembakau. FKM UI: Depok

7) Mary Asunta. Networking Building. 2008. South East Asia Tobacco Control Alliance :Thailand

8) Keputusan Menteri tenaga kerja & Transmigrasi No.42 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia(SKKNI) tentang tenaga K3

9) Profil Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung wilayah Jawa Bagian Barat

10) MENKOKESRA. Pedoman Umum Program Aksi Nasional.Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan Dalam Upaya Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia .2006. Jakarta

11) Adang Bachtiar.Tantangan Untuk Melangkah Ke depan: Pentingnya Kemitraan. IAKMI. 2009. Jakarta

12) Recognition and mentoring program- institute Pertanian Bogor (RAMP-IPB) Intensive-student technopreunership program.2008. Bogor

c. Buku Bacaan :

1) Suwarto,FX. Perilaku Keorganisasian. 1998. Universitas Atma Jaya : Yogyakarta

2) Notoatmodjo Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2003. Rineka Cipta: Jakarta

3) Aidh bin Abdullah al-Qarni. La Tahzan. 2006.Magfirah: Jakarta

4) Mahmud Muhammad Al-Hazandar.The Most Perfect Habit.2006.Embun Publishing: Jakarta

5) Hudzaifah Ismail. Sesegar Telaga Kausar, Tadabbur kreatif 30 ayat Motivasi. 2006. Senayan Publishing : Jakarta

6) Akses Peran Serta Masyarakat Memahami Lebih Jauh Tentang Community Development. 2003. Indonesia Center for Sustainable Development(ICSD):Jakarta

7) Baasir Faisal. Pembangunan & Krisis, Kritik dan solusi menuju kebangkitan Indonesia. 2003: Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

8) Media Informasi dan Komunikasi Epidemiologi. Pedoman Surveilans Vektor Terpadu.2006.PAEI.Jakarta

9) Topatimasang,Roem,et,a.l.Merubah Kebijakan Publik. 2000. Reseach, Education and Dialogue(ReaD): Yogyakarta

10) M. Gun Gun Sambas.Diktat kuliah.Epidemiologi Pelayanan Kesehatan.2008.Universitas Respati Indonesia:Jakarta

11) Chandra Budiman. Metodologi Penelitian Kesehatan.2008.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta

12) Imam Munadi.Menyibak Rahasia di Balik Fenomena Sukses. 2005.Skill Publishing. Jakarta

13) Abdilah Ahsan, Dkk. Ekonomi Tembakau Di Indonesia. 2008. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.Depok

14) Daniel H. Pink. Misteri Otak Kanan Manusia. 2008. Think: Jogyakarta

15) World Health Organization. MPOWER Upaya Pengendalian Konsumsi Tembakau. 2008. Jakarta

16) Nasrin Kodim. Mencegah dan Mengendalikan Petaka Kesehatan Masyarakat Dengan Siklus Kebijakan Yang Berbassis Evidens Epidemiologi.2006. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok

d. Artikel :

1) Syahrul Aminullah. Ketahanan Idealisme Profesi Kesehatan ditengah terjadinya Perubahan Pelayanan Kesehatan dari Humanisme menjadi Kapitalis dan Kesiapan Menghadapi Dampak Krisis Ekonomi Global. Diskusi Publik Refleksi Pembangunan Kesehatan Tahun 2008.Jakarta

2) Sjafii ahmad. Pembangunan kesehatan Masa Depan; Masalah dan Tantangan.2009.Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Jakarta

3) Does Sampoerno.Penyehatan Bangsa Perlu Komitmen Politik.2009. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Jakarta

4) Buchari Lapau. Diperlukan Pendidikan Profesi Epidemiologi Kesehatan Dalam Rangka Menghasilkan Informasi Ilmiah Untuk Pengambilan Keputusan. 2009. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Jakarta

5) Soekidjo Notodmodjo. Promosi Kesehatan ”Roh” Kesehatan Masyarakat. 2009. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Jakarta